Friday 27 March 2015

WACANA POPULER ITU BERNAMA ANTI-MAINSTREAM (NoiseBlast-Media)

Ada maksud kenapa article yang bersumber tulisan dari Noiseblast.tk ini kami posting di web kami, karena article ini sangat bermanfaat bagi kalian semua termasuk kami, untuk memperluas pengetahuan aja dan biar kalian mengetahui pandangan apa yang pantas untuk attitude atau pemikiran kalian tentang MAINSTREAM, yuk disimak!

Redaksi NoiseblastMedia, eh ... ini ada tulisan yang pas banget lagi terngiang-ngiang di pikiran kami yang diawali dari mendengarkan beberapa karya lagu teman-teman yang lantang menyuarakan tentang sebuah pemberontakan yang pada akhirnya menjadi sesuatu yang populer dan lumrah, bahkan menjual (kalau sudah menjual pasti dijual harga tinggipun dikejarlah ... hehe). Yang jadi pertanyaan, kenapa temen-teman menciptakan karya yang seakan-akan melecehkan sebuah pemberontakan atau perlawanan? Apakah mereka ini sudah terhasut oleh sesuatu yang membuat mereka berpaling dari semangat mereka untuk memberontak? atau apakah karena mereka telah mapan dengan posisinya sehingga mereka tak butuh lagi yang namanya pemberontakan, perlawanan atau bahasa kerennya budaya perlawanan??
Pertanyaan-pertanyaan diatas ternyata pada akhirnya kami jawab sendiri dengan "Tidak! mereka masih dalam posnya masing-masing ..." ya, mereka masih memiliki esensi dan keyakinan dari sebuah bentuk pemberontakan sesungguhnya, mereka masih menyayangi dan peduli dengan kita. Ini hanyalah sebuah refleksi ketika banyak diantara kita yang masih terus mengumandangkan budaya perlawanan dan makin massive, dan tidak disadarimaka makin banyak pulalah individu-individu baru yang muncul sebagai sosok-sosok baru yang berjubah budaya perlawanan tersebut. Bahkan diantara mereka ada juga yang memanfaatkannya sebagai komoditas yang hanya menguntungkan pihaknya saja. Ya, Budaya Perlawanan itu sekarang sudah mati, dan semua dikembalikan kepada individu-individu masing-masing. Karena pada sejatinya sebuah perubahan sosial itu harus diawali dari individu. "Revolusi Sosial itu dimulai dari Revolusi Diri Sendiri". 

Sama dengan artikel dibawah ini, ketika ada satu wacana (datang dari luar pastinya) berbicara masalah Anti-Mainstream, kemudian di iyakan oleh banyak penggiat scene, maka pada akhirnya wacana Anti-Mainstream itu menjadi wacana yang populis di scene, dan bahkan sebagian hanya sekedar mengkonsumsi dan menjualnya lagi tanpa ada pemahaman tentang wacana Anti-Mainstream ini. Dan apa yang kita simpulkan dengan situasi seperti ini? dengan berat hati kami menyatakan bahwa BUDAYA ANTI MAINSTREAM SEKARANG SUDAH MENJADI MAINSTREAM.

Ya ... sadar tidak sadar semua sudah terjadi, dan mungkin karya tulis dari Ugahari ini akan enjelaskannya dengan simple dan santai ... silahkan menikmati sob ... S.A.M.H !!! (Salam Anti Mainstream Hehehehe)

(ANTI) MAINSTREAM

oleh: Ugahari
Terdapat dua arus mengalir berlawanan. Yang satu dinamakan mainstream, yang lain dinamakan anti-mainstream. Arus pertama adalah arus utama dimana mayoritas manusia terjun dan larut dalam alirannya. Arus kedua merupakan arus yang menentang arus utama dimana manusia yang mengalir bersamanya tak sebanyak pada arus utama. Keduanya mengalir dalam sungai yang sama.
Sungai itu bernama kehidupan. Manusia selalu harus memilih mana yang akan diikutinya. Umumnya setiap orang akan ditunjukkan dan diajarkan untuk pergi berenang di arus utama, tapi tak jarang mereka berontak dan berenang melawan arah, menentang mainstream, menjadi anti-mainstream. Hasrat menjadi berbeda adalah salah satu alasan. Repotnya adalah ketika anti-mainstream kadang berubah jadi mainstream pada suatu waktu. Dua arus itu jadi tak ada bedanya.
Karena saking asiknya berenang dalam arus non-mainstream, orang tak sadar bahwa ia sedang larut dalam arus mainstream. Mungkin karena semakin banyak orang yang terjun ke anti-mainstream sehingga arus tersebut jadi yang utama. Mungkin karena setiap orang ingin jadi beda. Pelan-pelan semuanya malah meninggalkan mainstream. Menuju anti-mainstream dan alpa bahwa semua juga begitu. Mereka tetap menjadi mainstream.
Ketika semua orang menjadi pemberontak, yang tidak memberontaklah yang justru sedang memberontak. Arus pemberontak yang begitu deras justru menenggelamkan mereka sehingga mereka tak bisa berbuat apapun, tak bisa memberontak, hanya terseret arus. Alih-alih berbeda mereka justru jadi seragam. Awalnya ingin berdandan nyentrik tapi lupa diri bahwa yang lain juga sama. Tak ada bedanya.
Tapi yang lebih membingungkan adalah anti-mainstream adalah mainstream. Tidak, saya tidak bicara tentang fixie yang justru jadi mainstream. Atau bukan tentang punk yang mungkin suatu hari akan jadi gaya hidup mayor. Maksud saya adalah mayoritas orang memilih menjadi anti-mainstream. Mainstream saat ini adalah anti-mainstream. Jadi bukan perilaku anti-mainstream yang jadi mainstream, tapi anti-mainstream itu sendiri yang telah menjadi mainstream.
Manusia lalu hidup dalam kebingungan. Persis seperti tulisan ini yang tak jelas bicara soal apa. Orang lalu terjun ke dalam sungai hidup, larut dalam ketidakjelasan arusnya, terseret kesana kemari, dan tak pernah tahu sedang ada dimana. Siapa pula yang peduli itu lagi setelah arus-arus kini tak ada bedanya. Mereka saling berhajaran tapi tak punya nama yang membedakan. Saya duduk di tepi sungai, mengamati sekilas. Tak lama berdiri, melompat ke dalam sungai.